Rabu, 24 November 2010

MENGAPA MASYARAKAT GUNUNG MERAPI ENGGAN UNTUK MENGUNGSI ?


Merapi adalah gunung berapi di bagian tengah Pulau Jawa dan merupakan salah satu gunung api teraktif di Indonesia. Lereng sisi selatan berada dalam administrasi Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan sisanya berada dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Magelang di sisi barat, Kabupaten Boyolali di sisi utara dan timur, serta Kabupaten Klaten di sisi tenggara. Kawasan hutan di sekitar puncaknya menjadi kawasan Taman Nasional Gunung Merapi sejak tahun 2004. Gunung ini sangat berbahaya karena menurut catatan modern mengalami erupsi setiap dua sampai lima tahun sekali dan dikelilingi oleh pemukiman yang sangat padat. Sejak tahun 1548, gunung ini sudah meletus sebanyak 68 kali. Kota Magelang dan Kota Yogyakarta adalah kota besar terdekat, berjarak di bawah 30 km dari puncaknya. Di lerengnya masih terdapat pemukiman sampai ketinggian 1700 m dan hanya berjarak empat kilometer dari puncak.
Mengapa warga masyarakat disekitar lereng gunung merapi enggan untuk mengungsi?

Sebagai contoh marilah kita melihat apa yang dilakukan warga yang tinggal di lereng gunung Merapi sebelum awan panas keluar dari gunung Merapi pada 26 Oktober 2010. Mereka yang tinggal di kawasan berbahaya itu masih adem ayem, walaupun sudah ada instruksi agar segera mengungsi. Mereka lebih memilih tinggal di rumah.

Padahal, sejak 20 September 2010, sebenarnya status gunung Merapi telah ditetapkan menjadi waspada (level 2). Berdasarkan data yang diperoleh melalui pengamatan seismik maupun visual terhadap puncak gunung Merapi yang menunjukkan gejala peningkatan aktivitas vulkanik, maka pada 21 Oktober 2010 status gunung Merapi ditingkatkan menjadi siaga (level 3). Akhirnya, mulai 25 Oktober 2010 jam 06.00 pagi, status gunung Merapi ditetapkan menjadi awas (level 4) yang merupakan level tertinggi bagi aktivitas gunung berapi. Pada level ini, evakuasi warga yang tinggal di daerah rawan bencana merupakan tindakan yang direkomendasikan untuk segera dilakukan.

Namun, apa yang terjadi ? Kurang dari 24 jam setelah penetapan status ‘awas’, gunung Merapi mengeluarkan awan panas. Masyarakat panik. Apalagi, ketika sirene penanda awan panas dan lahar dingin baru dibunyikan secara manual setelah letusan terjadi, karena sirene tidak berbunyi secara otomatis. Tidak cukup waktu untuk menyelamatkan diri. Korban jiwa pun berjatuhan.


gunung merapi

Gunung Merapi yang statusnya ditetapkan menjadi “awas” pada Senin (25/10/2010) tampak meluncurkan awan panas/dtc


Faktor lainnya yang menyebabkan warga yang ada dalam zona bahaya tidak mau segera mengungsi adalah adanya keyakinan masyarakat bahwa daerah dimana mereka tinggal tidak akan terkena dampak letusan gunung Merapi.

Contohnya, ratusan warga di kecamatan Selo kabupaten Boyolali menolak untuk diungsikan. Mereka bersikeras tidak mau meninggalkan rumah lantaran merasa yakin daerahnya tidak akan terkena dampak letusan gunung Merapi. Padahal, jarak tempat tinggal mereka dengan puncak gunung hanya sekitar 6 km. “Sejak dulu, daerah kami belum pernah terkena lahar atau awan panas Merapi. Daerah kami aman dan kami tidak mau mengungsi.”
ccc

Faktor lain penyebab warga di lereng merapi enggan mengungsi diakibatkan oleh tingkat kepercayaan warga yang masih tinggi terhadap hal-hal mistis,hal itu dapat terlihat dari tingkat kepercayaan warga terhadap keberadaan juru kunci merapi yang dapat mencegah agar merapi tidak meletus yaitu Mbah Maridjan. Kepercayaan warga terhadap hal tersebut semakin kuat ketika merapi yang diisukan akan meletus tahun 2006 ternyata tidak jadi meletus,hal tersebut juga menyebabkan tingkat kepercayaan warga terhadap para ahli geologi dan pemerintah pun juga menurun dan lebih mempercayai sang juru kunci.
Selain itu hal lain yang membuat warga enggan mengungsi adalah warga enggan meninggalkan hewan ternak mereka serta harta benda mereka jadi mereka lebih memilih tinggal di rumah untuk menjaga hewan ternak mereka serta harta benda mereka meskipun para relawan telah membujuk mereka agar cepat mengungsi,akibatnya setelah merapi benar-benar meletus pada sore hari banyak warga yang tidak dapat selamt dari keganasan awan panas merapi atau yang biasa disebut warga setempat sebagai wedus gembel.

Solusi dalam menghadapi permasalahan tersebut
1. Masyarakat lereng gunung merapi harus memiliki kesadaran akan risiko

Kesadaran akan risiko adalah suatu pengakuan bahwa risiko merupakan bagian yang terintegrasi dalam kehidupan manusia. Kita tidak dapat mencegah terjadinya gempa bumi, tsunami atau letusan gunung berapi, tetapi kita dapat menghindari atau meminimalisasi dampak dari terjadinya bencana alam itu atas kita dengan cara menyadari benar-benar bahwa risiko terjadinya gempa bumi, tsunami dan letusan gunung berapi merupakan risiko yang mau tidak mau harus siap kita hadapi setiap saat selama kita tinggal di Indonesia. Kenapa ? Karena secara geologis, Indonesia berada pada cincin api (ring of fire) Pasifik, yaitu pertemuan 3 lempeng besar dunia yang terus bergerak & bertumbukan yang berpotensi menimbulkan gempa bumi dan tsunami. Secara geologis pula, semua daerah di Indonesia, kecuali Pulau Kalimantan, adalah daerah yang rawan terjadi gempa.
Selain itu, Indonesia memiliki sekitar 400 gunung api dimana sekitar 100 diantaranya aktif.

Inilah risiko yang harus disadari / dipahami oleh bangsa Indonesia.
Bagi masyarakat Indonesia, risiko terjadinya bencana alam adalah bagian dari hidup.
Kita harus menghadapi kenyataan itu.

2. Pemerintah memberikan penyuluhan serta penjelasan tentang bahaya-bahaya apa saja yang akan ditimbulkan apabila enggan untuk mengungsi
3. Pemerintah menyediakan sarana prasarana serta kebutuhan yang setidaknya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari warga di pengungsian
4. Sebaiknya dari pihak masyarakat sendiri tidak mempercayai suatu mitos atau kepercayaan yang berkembang. Apalagi sampai mempercayai juru kuncen seperti Mbah Maridjan, beliau hanya seorang kuncen yang bertugas untuk menjaga gunung merapi bukan seseorang yang dijadikan acuan untuk mengungsi/tidak.
5. Pemerintah serta Tim SAR harus mengevakuasi paksa warga di kawasan rawan bencana gunung Merapi yang kukuh tidak mau mengungsi untuk menghindari bertambahnya korban jiwa.